Another Level of Love

Kenapa para sahabat mencintai Rasulullah SAW “segitunya”?

Hisyam Asadullah
3 min readJul 10, 2023
Photo by Ihor Malytskyi on Unsplash

“Ya Zaid, maukah posisi kamu sekarang digantikan oleh Muhammad dan kami penggal lehernya, kemudian engkau kami bebaskan kembali ke keluargamu?” Serta merta Zaid menimpali,

“Demi Allah, aku sama sekali tidak rela jika Muhammad sekarang berada di rumahnya tertusuk sebuah duri, dalam keadaan aku berada di rumahku bersama keluargaku!!!”

Maka Abu Sufyan pun berkata, “Tidak pernah aku mendapatkan seseorang mencintai orang lain seperti cintanya para sahabat Muhammad kepada Muhammad!”

Kita melihat bahwa sahabat nabi Muhammad SAW begitu mencintai beliau. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raga demi keselamatan nabi Muhammad SAW. Kisah di atas hanyalah cuplikan bagaimana salah satu sahabat nabi bahkan tak rela jika nabi Muhammad tertusuk duri sekali pun. Sebuah cinta yang berada pada level yang berbeda. Another level of love. Kemudian, apakah yang menyebabkan kecintaan para sahabat yang begitu besar kepada nabi Muhammad SAW?

Alasan pertama adalah mereka hidup secara langsung bersama nabi Muhammad SAW. Kita tahu bagaimana indahnya akhlak nabi Muhammad SAW melalui buku-buku sirah nabawiyah. Gelar Al-Amin yang tersematkan, lembut tutur kata beliau kepada siapapun, sikap beliau menghadapi masalah, dan berbagai sifat lainnya yang bisa menjadi teladan untuk kita semua. Beliau adalah “uswatun hasanah” untuk kita semua. Kita meyakini itu. Dan para sahabat menyaksikan langsung semua perbuatan nabi Muhammad SAW.

Pertanyaanya adalah: Apa alasan yang membuat para sahabat tak mencintainya? Nabi terakhir utusan Allah SWT untuk seluruh alam. Kita yang membaca kisahnya melalui sirah nabawiyah saja bisa terkagum-kagum. Bagaimana dengan para sahabat yang hidup langsung bersama beliau? Tentu sangat logis ketika para sahabat mencintai Rasulullah SAW sampai “segitunya”.

Alasan selanjutnya, nabi Muhammad SAW merupakan orang yang paling amanah. Memberikan rasa aman.

Pernahkan teman-teman membaca bahwa nabi Muhammad SAW mendapatkan gelar al-amin di masanya? Apakah teman-teman tahu apa makna dari “al-amin” itu sendiri? Selama ini, yang kita tahu “al-amin” artinya “yang paling bisa dipercaya”. Apa maksudnya “yang paling bisa dipercaya”? Apakah ketika menyampaikan rahasia, nabi tak pernah membocorkannya? Apakah ketika nabi diberikan suatu urusan, nabi tak pernah mengkhianatinya? Apakah ketika nabi dititipkan barang, nabi akan menjaganya dengan baik? Lebih dari itu.

“Amanah” memiliki makna menimbulkan perasaan aman. Aman seperti apa? Aman dalam banyak hal. Aman ketika memegang suatu urusan, aman ketika melaksanakan kewajiban, aman ketika menyampaikan pesan. Nabi adalah orang paling amanah di masa itu. Maka tak heran ketika para sahabat begitu mencintai beliau. Berbagai urusan ummat kala itu, bisa dipercayakan kepada beliau.

Nabi adalah orang yang paling amanah pada masa itu. Bayangkan ketika nabi Muhammad SAW mengumpulkan seluruh masyarakat mekkah di bukit dan bersabda ‘Percayakah kalian ketika aku mengatakan bahwa di balik bukit ini berkumpul pasukan berkuda yang sudah siap untuk menyerang makkah?’ Dan jawaban masyarakat mekkah saat itu ‘Ya, kami percaya’.

Jikalau kita mau berhenti sejenak dan merenungi pembicaraan antara nabi Muhammad SAW dengan masyarakat mekkah tentu akan ada hikmah yang mendalam. Hikmah tentang gelar “al-amin” yang bukan hanya sekadar gelar. Bayangkan sebuah berita besar adanya penyerbuan oleh pasukan berkuda yang baru saja disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW itu. Seharusnya berita seperti itu datang jauh-jauh hari sebelum nabi Muhammad SAW mengucapkannya. Seharusnya berita seperti itu datang mungkin berhari-hari atau berminggu-minggu sebelum peristiwa itu terjadi.

Jikalau orang biasa yang menyampaikannya, tentu banyak yang mengingkari. ‘Tak mungkin, bagaimana tiba-tiba pasukan sebesar itu muncul di belakang bukit dan menyerang kita? Sementara kita tak mengetahui sama sekali’ Itu adalah jawaban yang paling rasional yang bisa disampaikan seharusnya. Namun, yang menyampaikan pesan ini adalah Nabi Muhammad SAW dengan gelar “al-amin”. Bukan sembarangan orang. Orang yang memberikan rasa “aman” kepada masyarakat mekkah saat itu. Maka, wajar masyarakat mekkah saat itu menjawab percaya tanpa keraguan.

Begitulah indahnya cinta para sahabat kepada nabi Muhammad SAW. Mereka yang bertemu, bersosialisasi secara langsung dengan nabi Muhammad SAW tentu sangat mencintai beliau. Semoga kita bisa mencintai nabi Muhammad SAW sebagaimana para sahabat mencintai beliau. Aamiin.

--

--