Paradoks Kematian

Sesuatu yang pasti, namun ditakuti.

Hisyam Asadullah
4 min readMar 9, 2023
Photo by nikko macaspac on Unsplash

Mencari kepastian.

Kita selalu mencari kepastian. Kita mencari kepastian kehidupan. Maka, sejak kecil kita sudah diarahkan untuk sekolah. Dari sekolah, kita diperintahkan untuk belajar, menuntut ilmu setinggi-tingginya. Dari ilmu yang tinggi tadi, kita mencari kepastian kehidupan di masa yang akan datang.

Kita mencari kepastian rezeki. Beragam jalan telah kita tempuh untuk menjemput rezeki itu. Ada yang melalui bisnis, bekerja di private sector, bekerja di ranah pemerintahan, dan kerja-kerja lainnya untuk mengambil porsi rejeki kita. Kita mencari kepastian rezeki.

Kita mencari kepastian jodoh. Beragam jalan pun telah dilalui untuk mencari jodoh yang telah ditakdirkan. Ada yang melewati jalur ta’aruf, ada yang bertemu tak sengaja, ada pula yang melewati jalan yang tak semestinya. Akhirnya, menikahlah dua insan untuk memastikan bahwa jodohnya adalah “dia”. Kita mencari kepastian jodoh.

Sering pula kita bahas bagaimana cara mencari kepastian itu. Sering kita bertanya: “Pekerjaan apa yang kau cari? Mau jadi apa setelah ini? Apa rencana selanjutnya? Kemana kaki akan melangkah setelah dari sini?” dan bahasan-bahasan lainnya untuk mencari kepastian itu.

Hati kita menjadi tenang ketika sudah merencanakan “ketidakpastian” tadi menjadi “hampir pasti”. Seolah-olah semuanya akan terwujud sesuai dengan apa yang dikehendaki. Walaupun, Tuhan terkadang memiliki rencana yang berbeda dari apa yang kita inginkan, setidaknya kita sudah berusaha. Begitu ucap kita selaku manusia yang hanya mampu berusaha dan berdoa.

Namun, ada satu hal yang jarang sekali dibahas. Padahal, ia adalah salah satu topik penting yang akan dilalui oleh setiap insan. Topik itu adalah kematian. Kematian selalu menjadi bahasan yang dihindari. Entah karena bahasannya terlalu tabu, atau memang kita yang terlalu cinta dunia, atau memang ia adalah sesuatu yang pasti? Sehingga, tak usahlah kita berpusing ria membahas topik yang sudah pasti. Toh semuanya pasti akan merasakan mati.

Apakah benar seperti itu?

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.

Benar. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Manusia, hewan, jin dan seluruh alam semesta yang hidup, pasti akan merasakan mati. Sesuai dengan firman Allah SWT. yang berbunyi:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”. (Q.S. Al Ankabut: 57).

Manusia, hewan, jin dan setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Tak ada satupun makhluk yang bisa menghindari kematian jikalau waktunya sudah tiba. Kematian adalah kepastian hakiki yang akan dihadapi oleh setiap insan. Yang membedakan hanyalah cara dari setiap insan menemui ajalnya.

Ada yang meninggal karena sakit keras. Ada yang meninggal karena kecelakaan. Ada yang meninggal karena usia yang sudah renta. Tak ada patokan pasti kapan kita akan meninggal. Tua, muda, sehat, sakit, semuanya bisa saja meninggal lebih dulu atau lebih lama.

Selain cara, dalam islam kita mengenal dua keadaan saat meninggal. Husnul khatimah dan Su’ul khatimah. Husnul khatimah adalah kematian atau akhir hidup yang baik. Istilah husnul berasal dari kata hasan yang berarti baik dan khatimah yang berarti penutup. Sedangkan Su’ul khatimah adalah penutup kehidupan dunia yang buruk. Su’ul artinya jelek atau buruk dan khatimah artinya penutup. Hanya akan ada dua kemungkinan penutup dalam kehidupan kita. Tinggal bagaimana persiapan kita untuk menghadapi penutupan tersebut.

Mempersiapkan kematian sama dengan mempersiapkan kehidupan, namun tidak dengan sebaliknya.

“Seseorang akan wafat sesuai dengan kebiasaannya”. Terdengar familiar? Bagi penulis iya. Dalam berbagai kesempatan, seringkali penulis mendengar ungkapan tersebut. Mengenai wafat sesuai dengan kebiasaan, maka penulis teringat akan alm. Mang Oded, walikota Bandung yang wafat pada tahun 2021 silam.

Mang Oded meninggal pada hari Jumat, tanggal 10 Desember 2021 saat hendak melaksanakan sholat jumat. Sungguh sebuah kematian yang indah. Kenapa bisa disebut indah? Karena alm. Mang Oded meninggal di hari terbaik (hari jumat), di tempat terbaik (masjid), dalam keadaan terbaik (suci dengan wudhu) dan amal terbaik (shalat sunnah menjelang khutbah jumat). Sungguh, betapa perisitiwa meninggalnya alm. Mang Oded menjadi tamparan bagi kita seluruh umat muslim untuk mempersiapkan diri lebih baik lagi.

Di awal, penulis sudah menyampaikan bahwa: “Kita selalu mencari kepastian”. Lebih tepatnya kepastian kehidupan. Apakah salah mencari kepastian kehidupan? Tak ada salahnya. Hanya saja, terkadang kita melupakan tujuan kita diciptakan. Sehingga, seolah-olah kita hanya mempersiapkan kehidupan di muka bumi ini saja, tak terbersit sedikit pun niat untuk mempersiapkan kematian juga. Lantas, seperti apa mempersiapkan kematian itu?

Kita harus menyadari sebagai makhluk bahwa kita diciptakan untuk: beribadah kepada Allah SWT (Q.S. Az-Zariyat: 56), Menjadi khalifah di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah: 30) dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar (Q.S. Ali-Imran: 110). Ketika ketiga hal ini sudah menjadi keyakinan yang kuat di dalam hati, diucapkan dengan lantang melalui lisan dan dilakukan sebaik-baiknya melalui perbuatan, niscaya kita pun sejatinya sudah mempersiapkan kematian (Insya allah).

Kita meyakini bahwa kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Sehingga, seharusnya kita sadar bahwa segala hal yang akan dilakukan, haruslah diniatkan untuk beribadah. Kita bekerja mencari nafkah diniatkan untuk Allah SWT. Kita menikah untuk menyempurnakan separuh agama diniatkan untuk Allah SWT. Jangan hanya diniatkan untuk dunia saja. Sehingga, selain mempersiapkan kehidupan, disana kita mempersiapkan kematian yang baik untuk menghadap Allah SWT.

Kita meyakini bahwa kita diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi. Maka, sudah sewajarnya kita memelihara bumi sebagaimana mestinya. Bukan hanya menjadi pemimpin, tapi juga merawat dan memanfaatkan bumi sesuai dengan ketentuan yang telah Allah SWT berikan. Sehingga, selain kita memelihara bumi untuk kehidupan, kita pun memelihara bumi sebagai wujud ketaatan terhadap Allah SWT untuk menghadapi kematian (Insya allah).

Maka, ketika Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menjadi pedoman, ketika perbuatan-perbuatan yang baik telah menjadi sebuah kebiasaan. Niscaya, kita akan mendapati kehidupan yang baik dan kematian yang baik pula, Insya allah.

Wallahu’alam bishowab.

--

--